BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai
pencetus jawaban akhir.Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang
dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh
kemauan (Involunter).
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis
sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom.Yang berfungsi sebagai
efektor dari sisteSistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang
tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.Sistem saraf
pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi
(perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari
sistem saraf pusat.
Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang
bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai
perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap
seimbang.Upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem
saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya
maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem
saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf
pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban
(Respon) kembali melalum saraf somatis adalah otot rangka sedangkan untuk
sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar
sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat
fungsi yaitu :
☼
Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf
sensori (Afferent Sensory Pathway).
☼
Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
☼
Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di
otak untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon).
☼
Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik
Pathway) ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari
tindakan.(Depkes : 1995)
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian
sampai pada penatalaksanaan sistem persyarafan khususnya pada penyakit
Meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Meningitis adalah Peradangan pada susunan
saraf, Radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.(Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis adalah peradangan yang hebat pada
selapus otak.Peradangan itu mungkin terjadi sesudah serangan otitis
media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil. Sesuatu retak pada
tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin mengakibatkan radang selaput
otak. (Clifford R Anderson : 1975)
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput
meningen (selaput yang menutupi otak dan medula spinalis). Infeksi ini dapat
disebabkan oleh :
☼
Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus,
streptococcus, salmonella, dll.
☼
Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex.(Depkes : 1995)
Meningitis/ Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan
serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid,
jaringan superficial otak dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke
setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang
lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono : 1996)
2. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung
menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung
(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di
dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan
trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus
influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang
pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk
eksudat.Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan
dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma.Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua
lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat
sehingga terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan
intrakranial.Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat.Efek patologis
yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada
vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak
dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai
ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII,
& VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran
dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
(Harsono : 1996)
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran
meningen dengan berbagai cara antara lain :
☼ Hematogen atau limpatik
☼ Perkontuinitatum
☼ Retograd melalui saraf perifer
☼ Langsung masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan
ruang-ruang yang berada diantara lapisan.Tidak jarang pula infeksi mengenai
jaringan otak.Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang
terjadi antara lain :
☼ Hyperemia Meningens
☼ Edema jaringan otak
☼ Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap
peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak).
Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri)
menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di
jaringan otak dan menyebabkan abses otak.(Depkes
: 1995)
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala.Rasa nyeri ini dapat
menyebar ke tengkuk dan punggung.Tengkuk menjadi kaku.Kaku kuduk disebabkan
oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.Bila hebat, terjadi opistotonus,
yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi, kesadaran menurun.Tanda Kernig&Brudzinsky positif.(Arief Mansjoer : 2000)
Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah,
gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang,
konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi
pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok
pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan,
koma.Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda
kernig brudzinski dan fontanela menonjol untuk sementara waktu belum
timbul.Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, permulaan penyakit juga
terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum,
kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian
atas.Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan,
hipotensi dan taki kardi karena septicemia.Gangguan kesadaran berupa letargi
sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita.Nyeri kepala dapat hebat
sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan.
Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal,
tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang
disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang
disertai gemetar (chills). (Harsono : 1996)
☼ TANDA DAN GEJALA ☼
1.
Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral
/ penyumbatan aliran darah
2.
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
3.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
4.
Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
umum.
5.
Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang
lemah.
Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks
menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak
dan remaja biasanya terdapat tanda dan gejala demam tinggi, sakit kepala,
muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto fobia, delirium,
halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski
positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).
☼ PENYEBAB ☼
Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus;
meningococus; stapilococus; streptococus; salmonella; virus; hemofilus
influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka / pembedahan atau injuri pada
sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E. Donges : 1999)
4. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan
meningitis purulenta.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid
dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium
Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma
gondhii, Ricketsia.
Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan
piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain :Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),
Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa.
☼ Meningitis Tuberkulosis Generalisata ☼
♥ Manifestasi Klinis ♥
Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala
demam, mudah kesal, marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.
Dapat
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk.Pada pemeriksaan
terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya.Suhu badan
naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering
dijumpai nadi yang lambat, abdomen nampak mencekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat
pada saraf-saraf ini.Yang sering terkena nervus III & VII.Terjadi afasia
motoris atau sensoris, kejang fokal, monoparesis, hemiparesis, dan gangguan
sensibilitas.
Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil
yang lambat dan refleks-refleks tendo yang lemah.
♥ Pemeriksaan Penunjang ♥
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis
leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit.
Pada
meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada
meningitis tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis.Pada
meningitis serosa diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih
meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto kepala
- Bila mungkin CT – Scan.
♥ Penatalaksanaan ♥
a. Medis
1. Rejimen terapi : 2 HRZE – 7RH.
2 Bulan Pertama :
♦
INH
: 1 x 400 mg / hari, oral
♦
Rifampisin : 1 x
600 mg / hari, oral
♦
Pirazinamid : 15-30 mg /
kg / hari, oral
♦
Streptomisin a/ : 15 mg / kg / hari, oral
♦
Etambutol
: 15-20 mg / kg / hari, oral.
2. Steroid diberikan untuk
-
Menghambat reaksi inflamasi
-
Mencegah komplikasi infeksi
-
Menurunkan edema serebri
-
Mencegah perlekatan
-
Mencegah arteritis / infark otak.
3. Indikasi
♠
Kesadaran menurun
♠
Defisit neurologis fokal.
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg
intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Disamping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian
pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya
perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.
☼ Meningitis Purulenta
☼
♥ Manifestasi Klinis ♥
Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala,
kaku kuduk, dan kesadaran menurun.
♥ Pemeriksaan Penunjang ♥
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis
leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur
Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan
cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan
campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi
geligi
- Foto dada.
♥ Penatalaksanaan ♥
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan
intensif, suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara
menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut :
♦ Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr,
Intravena dalam dosis terbagi 4 x / hari.
♦ Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg,
Sulfametoksazol 400 mg Intravena.
♦ Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena.(Arief Mansjoer : 2000)
5. DIAGNOSIS PENUNJANG
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak
dapat diterangkan sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus
difikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti adalah dengan
pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi
meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala
kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui
sebabnya, harus dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal
pertama tidak didapatkan derita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan
antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun fungsi lumbal
merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk kepentingan diagnosis
cara ini mutlak dilakukan.
Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
(koma, kekakuan descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi
melalui sisterna makna.Cara ini untuk menghindarkan terjadinya dekompresi
dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila cerebellum. Bila tekanan permukaan
CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol 0,25 -0,50 mg/kg BB secara
bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi otak. Jumlah CSS
yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan.Pada umumnya tekanan CSS 200-500
mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen.
Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit
polimor fonukleat. Jumlah sel berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus
tertentu bisa mencapai 100000/mm3 , dapat disertai sedikit
eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya
adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996)
a. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
-
Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)
-
Tekanan meningkat
-
Sel PMN (Polimorfonukleus) meningkat
-
Protein meningkat
-
Glukosa menurun
-
None (+)
-
Pandi (+).
b. Pemeriksaan Tambahan
- Darah lengkap, LED
-
Kultur darah
- Foto kepala, thorax, vertebra
- Kultur Swab hidung dan tenggorokan
-
EEG, CT – Scan Otak. (Depkes : 1995)
6. PENATALAKSANAAN
Infeksi Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan
medulla spinalis (Meningitis).Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau
jamur (fungi) dan hasilnya / penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai
pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga sampai terjadi kematian.
☼ MEDIS ☼
1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Pemberian
antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam
dosis yang cukup tinggi.Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan
antibiotic dengan spectrum luas.Antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari atau
sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas.Pemberian antibiotic sebaiknya
secara parental.
Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu
meningkat lagi.Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat
pemberian cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi
dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang
tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau abses otak.
Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan
meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus
sebaiknya diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram
setiap 24 jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500
mg dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk
memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kuman-kuman gram negatif.
2. MANAJEMEN TERAPI
1).
Isolasi
2).
Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
3).
Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema
serebral)
4).
Mencegah dan mengobati komplikasi
5).
Mengontrol kejang
6).
Mempertahankan ventrilasi
7).
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8).
Penatalaksanaan syok septik
9).
Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono
: 1996)
☼ PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ☼
Analisa CSS dari fungsi lumbal :
Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh /
berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur
positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS
biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya
normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur
khusus.
Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
LDH serum :Meningkat (pada meningitis bakteri).
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan
peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
Elektrolit darah : Abnormal.
ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
Kultur darah / hidung / tenggorok / urine :Dapat mengindikasikan daerah “pusat”
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi,
melihat ukuran / letak ventrikel; hematom daerah serebral,
hemoragik atau tumor.
EEG :Mungkin terlihat gelombang lambat
secara fokal atau umum (ensefalitis) atau voltasenya
meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau
sumber infeksi kranial.
Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses
serebral posterior.
☼ ASUHAN KEPERAWATAN ☼
1. PEMERIKSAAN FISIK
1. Testing Cerebral Function
♦ Status mental
a. Pemeriksaan orientasi
Tanya klien tentang :
·
Nama Negara kita
·
Nama Ibukota Negara kita
·
Tempat tinggal
·
Tempat lahir
·
Alamat sekolah
Tanya klien tentang :
·
Hari apa
·
Tanggal berapa
·
Jam berapa
·
Bulan berapa
·
Tahun berapa
2. Pemeriksaan daya ingat
Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik Minta
klien untuk menyebutkan nama benda.
3. Perhatian dan perhitungan
Tanya klien tentang perhitungan :
100-7:
93-7
:
86-7
:
79-7
:
72-7
:
4.
Fungsi bahasa
Ø Perlihatkan orang coba penghapus dan
penggaris, Tanya nama benda tersebut
Ø Minta orang coba untuk mengatakan
“jika tidak “ atau “andai tetapi”
Ø Minta orang coba untuk mengambil
penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki, serahkan ke temannya
Ø Perlihatkan kertas perintah pada
orang coba.
♦ Tingkat kesadaran
1. Alert
● Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil,
visual
● Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.
2. Lethargi
● Sering tidur/ngantuk
● Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara
● Respon tepat.
3. Obtuned
● Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya
●
Klien akan tidur lagi setelah bangun
● Respon tepat.
4.
Stuport
● Ada respon terhadap nyeri
● Klien tidak sadar penuh selama stimulasi
● Withdrawl refleks.
5.
Comatase
● Tidak ada respond an refleks terhadap stimulus
● Flaccid muscle tone pada tangan dan kaki.
Cara mengkaji kesadaran dengan menggunakan GCS
1.
Respon Buka Mata, lakukanlah dengan cara memeriksa respon buka mata dengan
urutan :
♠
Dekati klien → buka
mata
♠ Bila tidak buka mata, beri rangsangan suara/taltil
♠ Bila tetap tidak buka mata beri cubitan
♠ Bila dengan nyeri klien tidak buka mata.
2.
Respon Motorik, lakukan dengan cara memerintah orang coba untuk
mengangkat tangan dengan urutan :
♠
Bila langsung mengangkat tangan sesuai perintah
♠
Bila tidak mengerti perintah, cubit salah satu bagian tangan, tangan
tersebut menghindar → mengenali nyeri lokal
♠
Bila dengan cubitan seluruh tangan menghindar → hanya mengenali nyeri
♠
Bila tetap tidak berespon cubit bagian dada → dekortikasai
♠
Dengan cubitan decerebbrasi
♠
Dengan nyeri tidak berespon.
3.
Respon Bicara, Tanya orang coba melalui tahapan :
♠ Beri pertanyaan komprehensif
♠ Dengan pertanyaan sederhana orang coba bingung
♠ Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak sesuai
♠ Hanya mengeluarkan suara erangan, hem,dll
♠ Tidak berespon suara.
♦ Pengkajian bicara
1.
Pengkajian bicara – Proses Resiptive
Kaji cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan
yang sederhana yang memerlukan jawaban lebih dari satu kata.Kemudian minta
klien untuk membaca.
2.
Pengkajian bicara – Proses Expressive
Kemudian untuk mengekspresikan sesuatu, perhatikan
apakah bicara klien lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan
klien. (Suradi Efendi : 2005)
☼ MASALAH DAN INTERVENSI KEPERAWATAN ☼
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan
infeksi susunan saraf pusat (meningitis, encephalitis, abses otak) serta
intervensinya :
1.
Potensial penyebaran infeksi
Kemungkinan penyebab :
-
Proses
peradangan
-
Cairan
tubuh yang statis
-
Daya tahan
tubuh yang kurang.
Tujuan dan kriteria evaluasi
Sampai terjadi penyembuhan, infeksi sekunder tidak terjadi.
Intervensi Keperawatan
1.
Isolasi klien
2.
Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik
itupengunjung maupun petugas.
3.
Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun
pengunjung
4.
Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien
5.
Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh
yang menetap.
6.
Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya
7.
Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam
8.
Observasi urine out put : warna, bau, jumlah.
Tindakan Kolaboratif
a.
Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun
Intra thecal
b.
Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan.
2.
Gangguan perfusi serebral
Kemungkinan penyebab :
-
Hypovolemia
-
Udema
serebral
-
Sirkulasi
darah ke otak yang kurang
Tujuan / kriteria hasil
-
Kesadaran
baik
-
Fungsi
motorik dan sensorik baik
-
Tanda-tanda
vital stabil
-
Nyeri
kepala berkurang atau hilang
-
Tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi Keperawatan
-
Klien bed
rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 – 450 sesuai
indikasi.
-
Monitor
tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan
sistolik, tekanan nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak teratur
-
Monitor
status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data sebelumnya
-
Kaji
adanya kaku kuduk, Twitching, iritabilitas dan kejang-kejang
-
Cegah
kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut dan bila
panas berikan kompres
-
Monitor
intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan kondisi membran
mukosa
-
Bantu
klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk
merubah-rubah posisinya
-
Ciptakan
kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang hangat,
sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras
-
Berikan
waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan prosedur yang
terlalu lama.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi untuk pemberian cairan
intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis.
b. Kolaborasi untuk pemeriksaan
analisa gas darah
c. Kolaborasi pemberian oksigen
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan
seperti steroid, chlorpromazine, acetaminophen.
3. Potensial terjadinya trauma
Kemingkinan penyebab :
-
Kelelahan,
paralise, parasthesia, ataxia, vertigo
-
Rangsangan
kejang
Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma.
Intervensi
-
Beri papan
pengaman di sisi tempat tidur
-
Siapkan
mesin penghisap lendir di sisi tempat tidur
-
Awasi
klien selama terjadi kejang
-
Hindarkan
penekanan pada tubuh selama terjadi kejang
-
Mempertahankan
bed rest selama fase akut
-
Bantu
klien dalam mobilisasi
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian terapi seperti
dilantin dan luminal.
4. Perubahan rasa nyaman : Nyeri
Kemungkinan penyebab :
-
Proses
peradangan / infeksi
-
Sirkulasi
toxin
Tujuan / kriteria hasil
-
Nyeri
berkurang atau hilang
-
Klien
tampak relak
-
Klien
dapat tidur dan istirahat dengan baik.
Intervensi
-
Ciptakan
lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan
seperti kebisingan, cahaya yang berlebih / silau
-
Pertahankan
tetap bed rest dan Bantu aktifitas sehari-hari
-
Berikan
kompres dingin pada kepala dan dahi
-
Pertahankan
posisi yang nyaman bagi klien
-
Lakukan
massage pada daerah leher, otot bahu dan punggung
-
Gunakan
penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk yang
dihangatkan.
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian analgesik
seperti codein.
5. Perubahan / gangguan mobilitas
fisik
Kemungkinan penyebab :
-
Kerusakan
neuromuskular
-
Perubahan
kognitif – perceptual
-
Nyeri /
discomfort
-
Bed rest
Tujuan / kriteria hasil
-
Tidak
terjadi kontraktur, drop foot
-
Integritas
kulit baik
-
Fungsi
eliminasi baik
-
Kekuatan
dan fungsi otot baik.
Intervensi
-
Kaji
tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
-
Rubah
posisi klien setiap dua jam
-
Letakkan
klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif
-
Latih
pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas
-
Gunakan
penahan / foot board selama terjadi paralise kaki / tungkai
-
Jaga agar
posisi kepala tetap seimbang dalam posisi terlentang
-
Evaluasi
penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board
-
Kaji
kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri
serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol
-
Kaji kemungkinan
sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit, edema dan
tanda-tanda lainnya
-
Observasi
keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi darah
-
Bila
pasien mulai duduk lakukan segera pengukuran tanda-tanda vital
-
Gunakan
bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan secara
intensif
-
Dorong
pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya
dengan baik.
Tindakan Kolaboratif
a. Konsultasi dengan
Fisioterapi bila pasien menolak untuk melakukan aktifitas
b. Kaji kemungkinan
pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan indikasi
c. Beri obat-obatan anti spasmodik
dan perangsang otot sesuai dengan program pengobatan. (Depkes : 1995)
☼ DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN ☼
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala :
Perasaan tidak enak (malaise).
Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda :
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan
secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
Hipotonia.
SIRKULASI
Gejala :
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
Penyakit
jantung kongenital (abses otak).
Tanda :
Tekanan darah
meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat
(berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor).
Takikardia,
disritmia (pada fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
ELIMINASI
Tanda :
Adanya
inkontinensia dan / atau retensi.
MAKANAN / CAIRAN
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Kesulitan
menelan (pada periode akut).
Tanda :
Anoreksia, muntah.
Turgor
kulit jelek, membran mukosa kering.
HYGIENE
Tanda :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode
akut).
NEUROSENSORI
Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat).
Parestesia,
terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan
pada saraf kranial).Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri
(mengitis). Timbul kejang
(meningitis
bakteri atau abses otak).
Gangguan
dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotofobia
(pada meningitis).
Ketulian
(pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap
kebisingan.
Adanya
halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda :
Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang
berat
hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).
Kehilangan
memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala
berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).
Afasia
/ kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata
(ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya
(peningkatan TIK), nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis
(kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi
motorik dan sensorik (saraf kranial V dan VII terkena).
Kejang
umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus temporal.Otot mengalami
hipotonia / flaksid paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).
Hemiparese
atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis).
Tanda
Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
iritasi meningeal (fase akut).
Rigiditas
nukal (iritasi meningeal).
Refleks
tendon dalam: terganggu, Babinski positif.
Refleks
abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki
(meningitis).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk
oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular,
fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri.
Tanda :
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /
mengaduh
/ mengeluh.
PERNAPASAN
Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda :
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
KEAMANAN
Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain, meliputi:
mastoiditis,
telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi
yang baru saja berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak,
chickenpox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.
Gangguan
penglihatan / pendengaran.
Tanda :
Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya
ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan
secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis.
Gangguan
sensasi.
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala :
Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).
Hipersensitif
terhadap obat (meningitis non-bakteri).
Masalah
medis sebelumnya, seperti penyakit kronis / gangguan umum, alkololisme,
diabetes melitus, splenektomi, implantasi pirau ventrikel.
Pertimbangan DRG
menunjukkan rerata lama perawatan : 8,4 hari.
Rencana pemulangan :
Mungkin
membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan
mempertahankan tugas / pekerjaan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP,
(PENYEBARAN)
Faktor risiko meliputi
:
Diseminata hematogen dari patogen.
Stasis cairan tubuh.
Penekanan respons inflamasi (akibat-obat).
Pemajanan orang lain terhadap patogen.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
HASIL YANG DIHARAPKAN /
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu,
KRITERIA EVALUASI
tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
PASIEN AKAN :
keterlibatan
orang lain.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERFUSI JARINGAN, PERUBAHAN :
SEREBRAL, RISIKO TERHADAP
Faktor risiko meliputi : Edema
serebral yang mengubah/menghentikan
aliran darah arteri / vena.
Hipovolemia.
Masalah
pertukaran pada tingkat seluler (asidosis).
Kemungkinan dibuktikan oleh : (Tidak
dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
HASIL YANG DIHARAPKAN / Mempertahankan
tingkat kesadaran biasanya /
KRITERIA EVALUASI
membaik dan fungsi motorik / sensorik.
PASIEN AKAN :
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
Melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala.
Mendemonstrasikan
tak adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
:
TRAUMA, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi
:
Iritasi korteks
serebral mempredisposisikan
muatan
neural dan aktivitas kejang umum.
Keterlibatan
area lokal (kejang lokal).
Kelemahan
umum, paralisis parestesia.
Ataksia,
vertigo.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(TIdak
dapat diterapkan, adanya tanda-tanda
dan
gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
HASIL YANG DIHARAPKAN /
Tidak mengalami kejang / penyerta atau
KRITERIA EVALUASI
–
cedera
lain.
PASIEN AKAN :
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
NYERI, (AKUT)
Dapat dihubungkan dengan :
Agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi
/ inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan sakit kepala, fotofobia, nyeri otot/
sakit
punggung.
Perilaku
distraksi : menangis, meringis, gelisah.
Perilaku
berlindung, memilih posisi yang khas.
Tegangan
muskuler; wajah menahan nyeri, pucat.
Perubahan
tanda-tanda vital.
HASIL YANG DIHARAPKAN /
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
KRITERIA EVALUASI –
Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur /
PASIEN AKAN :
istirahat dengan tepat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
:
MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
Dapat dihubungkan
dengan:
Kerusakan neuromuskuler, penurunan ke
kuatan
/ ketahanan.
Kerusakan
persepsi / kognitif.
Nyeri
/ ketidaknyamanan.
Terapi
pembatasan (tirah baring).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Enggan mengusahakan gerakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adele Pelliteri.(2001). Perawatan
Kesehatan Ibu dan Anak.Jakarta : EGC.
Brunner&Suddarth. (1984). Medical Surgical
Nursing.Philadelphia :JB
Lippincot Company.
Brunner &Suddarth.(2000).
Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E,
dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made
Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3.
Jakarta : EGC.
Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing.
WB Saunders.
Harsono.(1996).Buku
Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Kapita Selekta
Kedokteran FKUI. (1999).Jakarta :Media
Aesculapius.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal
Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.Bandung
: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan.
Ngastiyah.(1997). Perawatan
Anak Sakit.Jakarta : EGC.
Price, Sylvia
Anderson. (1994). Pathophysiology :
Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C
& Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Suriadi.(2001).
Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta: PT. Fajar Interpratama.
Suriadi &
Yuliani, Rita. (2001). Asuhan
Keperawatan Pada Anak.Edisi pertama.Jakarta : KDT.
Tucker, Susan Martin et al. (1998). Patient
care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih.Ed. 5.Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar