Sejarah
imunologi
Pada mulanya
imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh,
terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo
Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada
penyakit infeksi terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut
dari satu individu ke individu lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu itu belum dapat diidentifikasi.
Pada
tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan
cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan
ditemukannya mkroskop maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat dan
mulai dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi.Selain itu peneliti Perancis,
Charles Richet dan Paul Portier (1901) menemukan bahwa reaksi kekebalan yang
diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat toksin pada anjing tidak terjadi,
bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan
dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan).
Pada
tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu
penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa
ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914,
Noon dan Freeman mencoba mengobati penyakit hay fever dengan cara
terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit demi sedikit. Sejak
itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit alergi terhadap
antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.
Pada
tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease)
terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi
sebagai hay fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi
diturunkan. Dan mulai saat itu ilmu alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan
dan penelitian di bidang alergi klinis.
Landsteiner
(1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan darah rhesus
oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun
semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat
dijabarkan dengan istilah imunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141
tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan Kabat menemukan secara elektroforesis
bahwa antibodi terletak dalam spektrum globulin gama yang kemudian dinamakan imunoglobulin
(Ig). Dengan cara imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri
atas 5 kelas yang diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964).
Pengertian imunologi
Imunologi
adalah ilmu yang mencakup
kajian mengenai semua aspek sistem
imun
(kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki
berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi
beberapa subdisiplin seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun,
hipersensitivitas,
defisiensi imun,
penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis
komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang
ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas
masalah antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama yang
berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang bersifat
hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing.
Sistem imun
Sistem Imun adalah
semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh
sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai bahan
dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem
mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis
luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen
serta sel tumor.
imunitas atau Sistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami atau system
imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.
Sistem imun
non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik.Sistem imun non-spesifik telah
berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi
level fisik yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut
seperti pada asam lambung atau enzim.
Sistem imun spesifik
ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang terdiri dari sel T
helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity.
Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal
adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang.Kedua sistem imun ini bekerja
sama dengan saling melengkapi secara humoral, seluler, dan sitokin dalam
mekanisme yang kompleks dan rumit.
Imunitas Alami atau Non spesifik
Sistem imun alami atau
sistem imun nonspesifik adalah respon pertahanan inheren yang secara
nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari
jenis apapun dan imunitas ini tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu
antigen. Sistem ini disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap
mikroorganisme tertentu. Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat
terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik,
dan umumnya memiliki durasi yang singkat.
Sistem imun nonspesifik
terdiri atas pertahanan fisik/mekanik seperti kulit, selaput lendir, dan silia
saluran napas yang dapat mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam
tubuh; sejumlah komponen serum yang disekresikan tubuh, seperti sistem komplemen,
sitokin tertentu, dan antibody alamiah; serta komponen seluler,seperti sel
natural killer (NK),.
1.
Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang penting.
Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia yang akan melisiskan
dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari
sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam cairan tubuh.
2.
Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida yang memiliki
fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon
inflamasi. Contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri
yaitu :Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a).
3.
Antibodi alamiah (immunoglobulin) didefinisikan sebagai antibodi pada individu
normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen eksogen.Antibodi alamiah
berperan penting sebagai pertahanan lini pertama terhadap patogen dan beberapa
tipe sel, termasuk prakanker, kanker, sisa pecahan sel, dan beberapa antigen.
4.
Natural Killer Cells (Sel Natural Killer) diketahui secara morfologi mirip
dengan limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit granular besar.
Sekitar 10–15% limfosit yang beredar pembuluh darah tepi adalah sel NK. Sel NK
berperan penting pada respon dan pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan
melisiskan sel terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan
melepaskan sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target. Komponen
utama granul sitolitik adalah perforin. Sel NK juga menghasilkan sitokin dan
kemokin yang digunakan untuk membunuh sel target, termasuk IFN-γ, TNF-a, IL-5,
dan IL-13
Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity
system)
Imunitas ini terjadi setelah
pamaparan terhadap suatu penyakit infeksi, bersifat khusus dan diperantarai
oleh oleh antibody atau sel limfoid. Imunitas ini bisa bersifat pasif dan
aktif.
1.
Imunitas pasif, diperoleh dari antibody yang telah terbentuk sebelumnya dalam
inang lain.
2.
Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif denga
antigen asing yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi,
pemaparan terhadap produk mikroba atau transplantasi se lasing.
Sistem Imun Adaptif
atau sistem imun nonspesifik mempunyai kemampaun untuk mengenal benda yang
dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa
karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen,
masing-masing dengan pola yang spesifik; kemampuan untuk membedakan antara
antigen asing dan antigen sendiri; dan kemampuan untuk merespon antigen yang
ditemukan sebelumnya dengan memulai respon memori yang kuat. Terdapat dua kelas
respon imun spesifik :
1)
Imunitas humoral (Humoral immunity), Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok
limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid sekunder yaitu
meliputi limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang terletak di sepanjang
saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital.
2)
Imunitas selular (cellular immunity), Sel T mengalami perkembangan dan
pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan
memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu. Berdasarkan
perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa subpopulasi, yaitu
sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan sel T penolong
(Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel tersebut.Untuk
mengetahui cara kerja sel T penindas atau sel T pembunhuh dapat kita lihat pada
gambar 2.
Untuk mengetahui
perbedaan sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik dapat di lihat
dalam tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan
sifat sistem imun non spesifik dan spesifik
Non spesifik
|
Spesifik
|
|
Resistensi
|
Tidak berubah oleh infeksi
|
Membaik oleh infeksi berulang
|
Spesifitas
|
Umumnya efektif terhadap semua
mikroorganisme.
|
Spesifik untuk mikroorganisme yang
sudah mensintesis sebelumnya
|
Sel yang penting
|
Fagosit
Sel NK
Sel K
|
Limfosit
|
Molekul yang penting
|
Lizosim
Komplemen
Protein fase akut
Interferon ( sitokin )
|
Antibody sitokin
|
Sel yang berada di dalamnya
|
didominasi sel polimorfonuklear
|
didominasi selT dan sel B
|
Sifat
|
bersifat general/ umum
|
bersifat memori / diperlukan pajan
pertama dan efektik untuk pajanan berikutnya dengan antigen yang sama
|
Cara kerja
|
cara kerja cepat
|
cara kerja kualitas meningkat karna
memiliki sifat memory
|
Antigen dan Antibodi
1. Antigen
Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh
sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi
terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat
yang menstimulasi tanggapan imun. Antigen biasanya berbentuk protein atau polisakarida. Sistem kekebalan atau
sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan
oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker
dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi
dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen
adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk
mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau polutan.Antigen ini
bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari penyakit
infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, seperti pada
asma.Antigen endogen adalah antigen
yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut:antigen
senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen
alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen
ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling
banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan
untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada
manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah
putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan
tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas. Antigen ini
dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih bentuk-bentuk yang
berbeda secara genetik didalam populasi.
1. ciri – ciri
antigen yang menentukan imunogenitas dalam respon imun :
a)
Keasingan,yaitu imunogen adalah
bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes
b)
Ukuran molekul
c)
Kekompleksian kimia dan struktural
d)
Penentu antigen ( epilop )
e)
Konstitusi genetik inang
f)
Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen.
2. Pembagian
antigen
a. Berdasarkan
epitop
1)
Unditerminan ( univalent )
2)
Unideterminan ( multivalent )
3)
Multideterminan ( univalent )
4)
Multideterminan ( multivalent )
b. Berdasarkan spesifitas
1.
Heteroantigen 4.Antigen organ spesifik
2.
Xenoantigen 5.Autoantigen
3.
Alloantigen
c. Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T
1.
T dependen
2.
T independen
d.
Contoh-contoh antigen antara lain:
1. Bakteri
4. Sel-sel dari transplantasi organ
2. Virus
5. Toksin
3. Sel
darah yang asing
1. Antibodi
Antibodi adalah protein
yang dapat ditemukan pada darah
atau kelenjar tubuh
vertebrata
lainnya, dan digunakan oleh sistem
kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan
menetralisasikan benda asing seperti bakteri
dan virus.
Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap
antibodi memiliki dua rantai berat
besar dan dua [rantai ringan]. Antibodi diproduksi oleh tipe sel darah yang
disebut sel
B.
Terdapat beberapa tipe yang berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa
tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan kedalam isotype
yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat mereka masuki. Lima isotype
antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia, yang memainkan peran
yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe
benda asing yang berbeda yang ditemui. Antibodi adalah molekul immunoglobulin
yang bereaksi dengan antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan
molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin,
bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh
limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor
permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.(Dorlan).
Antibodi terdiri
dari sekelompok protein serum globuler yang disebut sebagai immunoglobulin (Ig).
Sebuah molekul antibody umumnya mempunyai dua tempat pengikatan antigen
yang identik dan spesifik untuk epitop (determinan antigenik) yang menyebabkan
produksi antibody tersebut. Masing-masing molekul antibody terriri atas empat
rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang
identik dan dan dua rantai ringan (light chain) yang identik,
yang dihubungkan oleh jembatan disulfida untuk membentuk suatu molekul
berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul berbentuk Y itu terdapat daerah variabel
(V) rantai berat dan ringan. Disebut demikian karena urutan asam amino pada
bagian ini sangat bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang lain.Daerah V
rantai berat dan daerah V rantai ringan secara bersama-sama membentuk suatu
kontur unik tempat pengikatan antigen milik antibodi.Interaksi antara tempat
pengikatan antigen dengan epitopnya mirip dengan interaksi enzim dan
substratnya: ikatan nonkovalen berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada
masing-masing molekul(Campbell).Untuk mengetahui gambar antibody dalam tubuh
dapat kita lihat pada gambar 3.
Interaksi Antigen dan Antibodi –
antibodi adalah sebagai berikut :
1)
Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan reaksi silang
(cross – reaction)
2)
Pengabunggan antara antigen – antibodi adalah erat sekali, tetapi seringkali
reversible.
3)
Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz phenomenon )
4)
Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang bergabung adalah
gugus – gugus spesifik dari kedua regens.
5)
Dari suatu antigen dengan antiserumnya dapat diperihatkan tipe – tipe reaksi
serologic yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul – molekul antibodi yang
sama sering merefleksikan yang berbeda.
komplemen
Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan
lainnya yang penting. Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum
atau di permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu
reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna.
Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak sebagai proenzim dalam
cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan menghasilkan sejumlah fragmen komplemen
reaktif secara biologis. Fragmen komplemen tersebut akan memodulasi bagian lain
dari sistem imun dengan cara terikat secara langsung pada T limfosit dan sumsum
tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada sistem imun adaptif dan juga
menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin. Komponen komplemen juga dapat
meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan bekerja sebagai
opsionin.
Umumnya komplemen mempunyai efek utama , yakni :
a.
Lisis sel ( misalnya bakteri dan sel tumor )
b.
Menghasilkan perantara yang ikut serta dalam peradangan dan menarik
fagositosis.
c.
Opsinosasi organisme dan kompleks imun untuk pembersihan fagositosis.
d.
Peningkatan respon imun berperantara antibody.
Protein komplemen terutama disintesis oleh hati dan
sel fagositik. Karena tidak tahan panas , komplemen dinonaktifkan pada suhu 56
0 c selama 30 menit.Efek – efek biologik utama komplemen yakni
opsonisasi, anafilaktosin, sitolisis.
Akibat klinik dari defisiensi komplemen secara umum
mengakibatkan peningkatan kepekaan terhadap penyakit infeksi , misalnya
defisiensi C2 sering menimbulkan infeksi bakteri piogenik yang serius. Defisiensi
komponen kompleks penyerang selaput sangat meningkatkan kepekaan terhadap
infeksi Neisseria . defisiensi pada komponen jalur alternative juga
telah diketahui , misalnya defisiensi properdin membuat orang lebih peka
terhadap penyakit meningokokus.
Sitokin dan Kemokin
1. Pengertian sitokin
dan kemokin
Sitokin dan kemokin adalah polipeptida yang memiliki
fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam
menentukan respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan,
differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ
limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok“messenger intrasel” yang berperan
dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga memainkan
peran mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin menghasilkan
hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Telah
dikenal lebih 30 sitokin. Sebagian besar sel sistem imun dan beberapa sel
lainnya melepaskan sitokin. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-a
(TNF-a) contoh sitokin yang berperan penting dalam merespon infeksi bakteri,
keduanya merupakan polipeptida berbobotmolekul kecil yang memiliki efek yang
luas dalam berbagai reaksi dalam tubuh, termasuk respon imunologi, inflamasi,
dan hematopoiesis
2. peranan sitokin
sitokin bekerja seperti hormin , yaitu tidak melalui
reseptor pada permukaan sel sasaran sebagai berikut :
I. Langsung :
a.
Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel ( pleitropi )
b.
Autoregulasi ( fungsi autokrin )
c.
Terhadap sel yang letaknya tidak jauh ( fungsi parakrin )
II. tidak langsung :
a.
Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokoin
lain dalam merangsang sel ( sinergisme ).
b.
Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin ( antagonisme)
3. Aktivasi sel
a. Aktivasi
sel T
Antigen yang semula ditangkap dan diproses APC,
dipersentasikan ke reseptor pada sel Tc dan Th masing – masing dalam hubungan
dengan MHC kelas I dan II. APC tersebut memproduksi dan melepas sitokin seperti
IL – 1 yang merangsang sel T untuk berpoliferasi dan berdeferensiasi. Sel T
tersebut memproduksi sitokin. Untuk mengetahui hubungan sel T dengan Major
histocompatibility complex kelas I atau Major
histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah) dapat kita lihat pada
gambar 4.
b. Aktivasi
sel B
Sel
Th dirangsang melepas sitokin yang mengaktifkan sel B dalam 3 tingkat, yakni
aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi Ig.
c. Aktivasi
makrofag dan monosit
Endotoksin bakteri dan INF – yang dilepas sel T
dapat merangsang makrofag sehingga mampu memproduksi bahan aktif lainnya
seperti INF – ά, IL – 1. GM – CSF dan M – CSF. Pertanda permukaan makrofag,
monosit yang termasuk MHC kelas II selalu berubah – ubah, demikian pula dalam
kemampuan fagositosisnya dan membunuh sel tumor. Hal tersebut tergantung dari
faktor – faktor yang mengaktifkannya.
d. Sitokin
dan inflamasi
Endotoksin dan trauma fisik dapat pua menimbulkan
pelepasan sitokin yang berperan pada inflamasi akut, yang lokal maupun yang
sistematik.
e. Sitokin
dan pengobatan
Sitokin dapat digunakan sebagai pengganti komponen
sistem imun yang defesiensi atau untuk menggerahkan sel – sel yang diperlukan
dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau sekunder, merangsang sistem sel
imun dalam respons terhadap tumor infeksi bakteri atau virus yang berlebihan.
Antisitokin telah digunakan untuk mengontrol penyakit autoimun dan pada keadaan
dengan sistem imun yang terlalu aktif / patologik.
Imunologi
Imunolgi terbagi
menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.
a. Imunologi infeksi
Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau
selaput lendir, maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen sistem imun untuk
menghancurkannya, yaitu antibodi fagosit, komplemen dan sel – sel sistem imun.
Bila suatu antigen pertama masuk kedalam tubuh, dalam beberapa hari pertama
antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons.
Tetapi komplemen dan pagosit serta komponen imun nonspesifik lainnya dapat
bekerja langsung untuk menghancurkannya.
b. Imunulogi kanker
Peran
penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan tumor. Sel tumor
menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun,
antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan
sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki
beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papillomavirus,
yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya adalah
protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal
tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika
ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut
melanoma. Kemungkinan sumber
ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur
pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi
kanker membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan
keganasan sel tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel
tumor disebut onkogen.
Respon
utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal
menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen
tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus.
Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal.
Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor
memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada
keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi
dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem
komplemen
Beberapa
tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel
tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan
mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel
tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan
mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofaga dan
limfosit.
Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem
imun tidak lagi menyerang sel tumor.
Makrofaga
dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor mengirim sitokin yang
menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan
yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin
diproduksi oleh makrofaga menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein
yang menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker.
telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan
sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang
akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan
salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis.
Tujuan
mempelajari imunologi kanker ialah :
1.
Mengetahui hubungan antara respons imunologi pejamu dan tumor.
2.
Menggunakan pengetahuan tentang respons imun terhadap tumor dalam diagnosis,
profilaksis dan pengobatan.
Penyakit Imunitas
Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan sistim
pertahanan tubuh yang terintegrasi sejak awal konsepsi (pembuahan).merupakan
sistim pertahanan tubuh yang sudah merupakan software bawaan. Tetapi sistim
imun tersebut dapat juga berubah menjadi suatu penyakit yang dalam beberapa
jenis tidak bisadisembuhkan.Contoh : Saat udara dingin, sering kita mengalami
hidung tersumbat, bersin2 pada saluran nafas kita (hidung), ini merupakan
mekanisme untuk menghangatkan dan melembabkan udara luar yang kita hirup
kedalam paru-paru, tetapi pada orang – orang tertentu, justru udara dingin
tersebut akan memicu timbulnya reaksi yang berlebihan, yaitu timbulnya serangan
sesak nafas (astma), bisa juga timbulnya gatal - gatal di sekujur tubuh
(biduren/urtikaria).berikut ini merupakan penyakit akibat merendahnya sistem
imun.
A.Hipersensivitas
Hipersensivitas adalah reaksi imun yang patologik,
terjadi akibat respons imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakaan
jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi
berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III
dan IV. Reaksi itu dapat terjadi sendiri – sendiri, tetapi klinik sering dua
atau lebih jenis tersebut terjadi bersamaan.Untuk mengetahui system tubuh yang
rusak dapat kita lihat dari gambar 6.
Gambar
6. Gigi seseorang yang jaringannya sebagian telah rusak akibat hipersensivitas
terlihat dari lidah dan gusi gigi yang memucat.
B. Autoimunitas
Autoimunitas atau hilangnya toleransi ialah reaksi
sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut
autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi.
Penyakit autoimun dapat
dibagi atas beberapa golongan, yaitu :
a.
Berdasarkan organ ; terdiri atas penyakit autoimun organ spesifik dan non organ
spesifik.
b.
Berdasarkan mekanisme ; penykit autoimun melalui antibodi ( anemia hemolitik
autoimun, miastenia gravis dan tirotoksikosis ), penyakit autoimun melalui
kompleks imun ( LES, AR ), penyakit autoimun melalui sel T dan penyakit
autoimun melalui komplemen.
Untuk mengetahui hal yang terjadi
pada seseorang yang menderitaa autoimunitas dapat kita lihat pada gambar 7.
C. HIV AIDS
AIDS adalah singkatan dari acquired
immunedeficiency syndrome, merupakan sekumpulan gejala yang menyertai
infeksi HIV. Infeksi HIV disertai gejala infeksi yang oportunistik yang
diakibatkan adanya penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun.
Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
1.Gejala
Infeksi HIV/ AIDS
a.
Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah
selama 1-2 minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul
dengan bercak kemerahan (biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal.
Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar,
diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.
b.
Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi
sampai 10 tahun.
c.
Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan
penderita masuk dalam fase AIDS.
d.
AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak
tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya :
selalu merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas
yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang
tidak bisa dijelaskan penyebabnya, bercak keunguan pada kulit yang tidak
hilang-hilang, pernafasan pendek, diare berat yang berlangsung lama, infeksi
jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah
memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.dan berat badan
berangsur – angsur menurun.Berdasarkan penjelasan diatas untuk lebih mengetahui
bentuk dan jenis virus dari penyakit HIV AIDS dapat kita lihat pada gambar 8.
Epidemiologi
Adanya
infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat
meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem
imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering
berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open)
dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup
dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam
darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain
itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9,
sodium klorida dan sodium hidroksida.
Dampak
HIV/ AIDS
Dampak
yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah : menurunnya
kualitas dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi
dikarenakan penularan virus HIV/ AIDS pada bayi, anak dan orang tua; serta
adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/ AIDS
masih kuat.
Cara
Penularan
HIV
hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen),
cairan vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air
kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak
berpotensi menularkan HIV.
Cara
penularan HIV AIDS antara lain :
a.
Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks dengan
pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).
b.
Kontak darah/luka dan transfusi darah – Kontak darah/luka dan transfusi darah
yang sudah tercemar virus HIV.
c.
Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik – Penggunaan jarum suntik atau jarum
tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV.
d.
Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.
HIV
tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, berpelukan,
tinggal serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.
Cara
Pencegahan
Pencegahan
yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai perilaku beresiko,
sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri maupun
pasangannya. Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual
(monogami), penggunaan kondom
untuk mengurangi resiko penularan HIV secara oral dan vaginal. Pencegahan pada
pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara menghindari penggunaan jarum
suntik bersamaan dan jangan melakukan hubungan seksual pada saat high
(lupa dengan hubungan seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu
dengan mengkonsumsi obat anti HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko
penularan pada bayi) dan pemberian susu formula pada bayi bila ibu terinfeksi
HIV. Serta menghindari darah penderita HIV mengenai luka pada kulit, mulut
ataupun mata.
Pengobatan
HIV/ AIDS
Pengobatan
HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan
obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.
Jenis obat-obat
antiretroviral :
a.
Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host)
dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus
dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada
manusia.
b.
Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah
salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan
saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
c.
Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang
berfungsi menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus
d.
Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease
yang berfungsi memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan
obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir,
dll.).
e.
Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger)
kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam
penelitian tahap lanjut pada manusia.
f.
Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV
yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43)
D. Lupus
Penyakit
lupus yang dalam bahasa kedokterannya dikenal sebagai systemic lupus
erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam
tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya
antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Penyakit lupus atau systemic lupus
erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit
hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda
dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan
perbandingan wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa
orang dalam satu keluarga.
Penyebab
dan mekanisme terjadinya SLE masih belum diketahui dengan jelas. Namun diduga
mekanisme terjadinya penyakit ini melibatkan banyak faktor seperti genetik,
lingkungan, dan sistem kekebalan humoral. Faktor genetik yang abnormal
menyebabkan seseorang menjadi rentan menderita SLE, sedangkan lingkungan
berperan sebagai faktor pemicu bagi seseorang yang sebelumnya sudah memiliki
gen abnormal. Sampai saat ini, jenis pemicunya masih belum jelas, namun diduga
kontak sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat golongan sulfa, penghentian
kehamilan, dan trauma psikis maupun fisik.
Gejala
Klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Munculnya
penyakit dapat spontan atau didahului faktor pemicu. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum, seperti demam, badan lemah, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun.
Berdasarkan
kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE dapat
ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11
kriteria, yaitu bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi
gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash),kulit sangat sensitif terhadap
sinar matahari (photohypersensitivity) serta mengalami kelainan, luka di
langit-langit mulut yang tidak nyeri,radang sendi ditandai adanya pembengkakan
serta nyeri tekan sendi,kelainan paru, kelainan jantung, kelainan ginjal,
kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik, kelainan darah (berkurangnya
jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah), kelainan sistem
kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi anti SM
positif atau uji serologis positif palsu sifilis) dan antibodi antinuklear
(ANA) positif. Untuk mengetahui gambar dari penderita lupus. Pengobatan Sampai
sekarang, SLE memang belum dapat disembuhkan secara sempurna. Meskipun
demikian, pengobatan yang tetap dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang
mungkin terjadi. Program pengobatan yang tepat bersifat sangat individual
tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita
SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ
vital dapat diterapi secara konservatif maupun agresif sama-sama menggunakan
terapi obat yang digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif
biasanya menggunakan anti-inflamasi non-steroid (indometasin, asetaminofen,
ibuprofen), salisilat, kortikosteroid (prednison, prednisolon) dosis rendah,
dan antimalaria (klorokuin). Terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis
tinggi dan imunosupresif (azatioprin, siklofoshamid).
Selain
itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan krem pelindung
sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja di
bawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari.
Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga penderita
dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila akan menjalani
operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu bagian
dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan
kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat
bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
Imunisasi
Imunisasi
berasal dari kata imun yang berarti keba atau resisten. Imunisasi adalah
pemberian kekebalaan tubuh terhadaap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu
kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan
memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk
terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi
biasanya lebih fokus diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa,sehingga rentang terhadap serangan
penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak. Tujuan dari diberikannya suatu
imunitas dari immunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti Hepatitis
B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, dan TBC.
Imunisasi pada balita atau anak – anak dapat kita lakukan untuk membuat system
imun dalam tubuh anak menjadi lebih baik. Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya
dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan
kepada seseorang dengan cara suntik atau minum. Telah bibit penyakit masuk pada
tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan
membentuk antibodi.Imunisasi dapat dibagi jadi 2 jenis, yakni imunisasi pasif
dan imunisasi aktif.
a.
imunisasi pasif
imunisasi
ini terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel lainnya dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi aktif atau dengan kata lain merupakan
kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit.
b.
imunisasi aktif
pada
imunisasi aktif, respon imun dapat terjadi setelah seseorang terpasang dengan
antigen. Imunisasi aktif kekebalanya didapat dari pemberian bibit penyakit
lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasaa guna membentuk antibodi
terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.Transfer sel yang
imunokompeten kepala pejamu yang sebelumnya imuninkompeten, disebut transfer
adaptif Imunisasi dapat terjadi. secara alamiah dan buatan ( aktif dan pasif )
seperti pada gambar 11.
imunisasi
alamiah buatan
Pasif :Pemberian antitoksin, antibody
sel.
|
Pasif :Toksoid, vaksinasi
|
Pasif : antibody melalui pelasenta
|
Aktif : Infeksi firus, bakteri dan
lain - lain
|
DAFTAR PUSTAKA
1. Alberts,
Bruce; Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter
Walters (21 Maret 2010). Molecular
Biology of the Cell; Fourth Edition.
New York and London: Garland Science. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv.View..ShowTOC&rid=mboc4.TOC&depth=2
2. Agerberth B, Gudmundsson G.
"Host antimicrobial defence peptides in human disease.". Curr Top
Microbiol Immunol 306: 67–90.
3. Beck, Gregory, Gail S. Habicht
(November 1996). "Immunity
and the Invertebrates" (PDF). Scientific American: 60–66 Diakses
pada 1 Januari 2007.
4. Boyton R, Openshaw P. "Pulmonary
defences to acute respiratory infection.". Br Med Bull 61: 1–12.
5. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
7. Dr.Entjang,indan.Mikrobiologi
& parasitologi untuk akademik keperawatan.Bandung,PT Citra aditya bakti.2003.
8. Hankiewicz J, Swierczek E (1974).
"Lysozyme in human body fluids.". Clin Chim Acta 57 (3):
205-9.
10. Husband,A.J.1995.
The immune system and integrated homeostasis. Immunology and Cell
Biologi, 73:377-382.
13. Mayer, Gene Immunology -
Chapter One: Innate (non-specific) Immunity. Microbiology and Immunology On-Line
Textbook. USC School of Medicine. Diakses pada 1 Januari 2007.
14. Mochammad Hatta.Bagian
Ilmu Mikrobiologi .Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2006..
15. Moreau J, Girgis D, Hume E, Dajcs J,
Austin M, O'Callaghan R (2001). "Phospholipase
A(2) in rabbit tears: a host defense against Staphylococcus aureus.". Invest Ophthalmol Vis Sci 42
(10): 2347–54.